Thursday, October 1, 2015

KETIKA ILMU DAN PERILAKU JADI TERBATAS HANYA SEKEDAR MENJADI “GURU”

Lelakijelata.blogspot.co.id - Assalamu'alaykum Warahmatullah, diantara kita sering mendengar slogan “Pengalaman adalah guru yang terbaik“, Yaps ungkapan semboyan yang sering kita dengar dan mungkin kita memahami secara makna saja, namun bagaimana jika kita balik menjadi “guru adalah pengalaman yang terbaik”, dan bagaimana masalah pepatah “Guru kencing berdiri dan murid kencing berlari”. Bagaimana reprensentatifnya? Bagaimana bisa menjadi seorang guru adalah pengalaman yang terbaik?

Guru jika di kategorikan secara makhluk merupakan seseorang yang telah mengajarkan ilmunya untuk kebaikan. Dan tidak bisa disebut seorang guru jika mengajarkan perbuatan yang buruk. Guru sendiri harus di kategorikan dalam rumpun ilmu tersendiri, misalnya guru matematika, guru ekonomi, guru fisika, guru komputer, dsb. Hal yang musti di cermati adalah, jarang dan bahkan di temui guru all pelajaran seperti, guru matematika merangkap sebagai guru biologi dan geografi.

Karena terkadang “harga diri” seorang guru harusnya dibentuk dari konsentrasi dia pada sebuah ilmu. Misalnya kita ambil contoh, “Saya sebagai guru ekonomi tapi saya juga bisa mengajar komputer.” Ada yang aneh dari kalimat di atas? Iya jika kita kritisi, orang tersebut sebenarnya ahli di bidang apa sih? Masa bisa mengajar dua ilmu tersebut? Walau memang bisa mengajar dua ilmu tersebut, tapi bukankah lebih baik kita di kenal sebagai satu keahlian saja? Kenapa? Karena pengakuan kata “guru” lebih dominan pada satu jenis keahlian saja, bukan lebih, walau memang seseorang bisa saja memiliki dua rumpun kelilmuan atau lebih dari itu. Misalnya “saya ahli dalam bidang ekonomi dan saya bisa mengajar pelajaran tentang keekonomian.” Layakkah di sebut guru? Iya memang sangat layak. Karena seseorang tersebut memang ahli di bidang tersebut. Itulah mengapa istilah guru hanya terbatas pada ilmu yang kita tekuni.

Untuk menjadi seorang guru maka, ada beberapa hal yang musti di lakukan, bukan hanya sekedar “bisa” mengajar saja. Pertama, mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri. Tantangan pertama, apakah kita bisa merasakan bahwa anak murid kita adalah anak kita sendiri? Jika bisa, maka pengalaman menjadi seorang pendidik yang baik dapat tercapai. Kedua, aspek sikap dan perilaku, aspek minat, perhatian dan tanggung jawab terhadap proses pembelajaran, aspek kecakapan dan keterampilan mengajar, dan aspek ilmiah sekaligus cinta kepada kebenaran.

Tantangan kedua ini yang paling berat, tak heran ada isitilah “Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”, Guru punya tanggung jawab lebih berat terhadap sikap, kadang guru tidak bisa memiliki sikap “bebas” dibandingkan dengan profesi yang lain. Karena seorang guru selalu di kenal sebagai guru dimanapun dirinya berada, walaupun guru tersebut berada di sebuah Mall.



Ada kalimat yang lucu ketika seorang guru di katakan seperti ini, “Anda kan guru kenapa sikapnya kayak anak kecil sih?” Justru ada moment yang dimana “ketidakbebasan” seorang guru mencapai limitnya, maka dari itu jangan heran guru pun seperti anak kecil yang kadang pengen di manja dengan orang lain bahkan muridnya sendiri. Manja disini adalah ingin dipedulikan, ingin di perhatikan. Karena seorang guru adalah manusia, maka dari itu perilaku guru tidak terbatas pada aturan rules “guru” itu sendiri, namun lebih jauh melihat kedalam, guru pun seperti anak-anak yang senang bercanda dengan muridnya, kecuali guru killer :D

Thanks for reading and sharing, semoga bermanfaat

Wassalamualaykum Warahmatullah

-----------------

Written By : Muhammad Faisal Aulia

Contact : faisaulia@gmail.com

1 comment: